Senin, 21 Januari 2013

Stratifikasi Sosial dan Contoh permasalahannya !


Stratifikasi Sosial
I.                   Pengantar

Stratifikasi sosial adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara bertingkat. Yaitu mempunyai tingkatan dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi. Stratifikasi sosial dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1.      Stratifikasi sosial tertutup.
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.
2.      Stratifikasi sosial terbuka.

Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.
Dan dua macam stratifikasi tersebut mempunyai tingkatan masing – masing seperti:

1.      Stratifikasi sosial secara tertutup :
a.       Brahmana (tertinggi)
b.      Ksatria                        
c.       Waisya                                   
d.      Sudra
e.       Paria

2.      Stratifikasi sosial terbuka :
a.       Kekayaan
Kekayaan dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, pa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.

b.      Kekuatan
      Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.

c.       Kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur. 

d.      Ilmu pengetahuan
     Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang.

II.                Pembahasan.

Ada suatu masalah yang ingin saya angkat dalm hal stratifikasi sosial ini yaitu suatu contoh yang saya dapat dari salah satu teman saya yang pernah tinggal di dalam  sel tahananan (BUI) mengalami hal yang sangat menyedihkan. Menurutnya di dalam tahanan lebih sadis dari pada berada di jalanan yang lebih banyak penjahat. Karena di dalam sel terdapat tingkatan – tingkatan yang terjadi , seharusnya mereka memiliki hak yang sama, tetapi bukan itu yang di dapat. Di dalam sel ada tingkat ter tinggi, yaitu untuk orang - orang yang mempunyai kekayaan yang berlebih, kelas menengah merupakaan kelas bagi orang –orang yang mempunyai kekuasaan yang besar di dalam tahanan (biasa kita sebut preman).
Sedangkan yang paling rendah adalah bagi orang – orang yang tidak mempunyai apa-apa atau orang biasa. Orang biasa inilah yang menjadi korban oleh orang – orang atau kelompok –kelompok yang mempunyai kekuasaan dan kekayaan. Mereka sering disiksa, dipukuli, bahkan menjadin korban sodomi. Hal inilah yang terjadi akibat adanya stratifikasi sosial yang sebenarnya dapat di hilangkan dengan dibuatnya peraturan yang tegas. Bukan peraturan yang dapat dibeli atau dipermainkan.

III.             Analisa.

Dari permasalahan di atas merupakan contoh akibat dari adanya suatu stratifikasi sosial yang terjadi di dalam tahanan / penjara. Yang merupakan salah satu dari stratifikasi sosial terbuka. Seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi di lembaga peradilan kita. Karena keadilan harus ditegakkan dan lembaga tersebut merupakan lembaga yang seharusnya ditegakkan bukaanya menjadi tempat untuk terbentuknya stratifikasi sosial di dalamnya. Oleh karena itu penegak hukum maupun hukum itu sendiri harus melakukannya dengan benar dan bertindak dengan jelas. Bukan seperti yang seharusnya terjadi. ini adalah perbedaan yang terjadi antara kelas tinggi dengan kelas rendahan .






 di atas merupakan sel tahanan bagi orang yang mempunyai kelas rendah, sedangkan ini merupakan sel tahanan bagi orang yang mempunyai kelas tinggi .

CONTOH KONFLIK DI INDONESIA

1.     Konflik Sosial Kasus Tegal Dan Cilacap
Konflik dapat bersifat tertutup (latent), dapat pula bersifat terbuka (manifest). Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Hanya saja, terdapat katup-katup sosial yang dapat menangkal konflik secara dini, sehingga tidak berkembang meluas. Namun ada pula faktor-faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi berkobar sedemikian besar, sehingga memporak-porandakan rumah, harta benda lain dan mungkin juga penghuni sistem sosial tersebut secara keseluruhan.
Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat rentan terhadap berbagai gejolak ini,sedikit  pemicu saja sudah cukup menyebabkan berbagai konflik sosial. Konflik antar desa diTegal (Senin, 10 Juli 2000) dan konflik antar kampung di Cilacap (Kamis, 6 Juli 2000) hanyalah merupakan contoh betapa hal-hal yang bersifat sangat sederhana ternyata dapat menjadi penyulut timbulnya amuk dan kerusuhan massa yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang bertikai, melainkan juga seluruh desa.
Desa-desa dan kampung-kampung di JawaTengah yang sudah sejak puluhan dan bahkan ratusan tahun hidup dalam keharmonisan antar tetangga dan antar desa tersebut dapat berubah total menjadi saling serang dan saling menghancurkan rumah warga desa lain yang dianggap musuhnya. Pemerintah sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sangat berperan penting dalam menciptakan suasana harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat.
Namun,bila pengendalian sosial oleh pemerintah melalui perangkat-perangkat hukumnya tidakberjalan, maka pengendalian sosial dalam bentuk lain akan muncul dalam masyarakat.Sebagaimana berbagai kerusuhan massal yang pernah terjadi sebelumnya, pemicu-pemicu tersebut bukanlah penyebab utama. Ini hanyalah casus belli yang memunculkan konflik terpendam yang berakumulasi secara bertahap. Penyebab utamanya mungkin baru dapatdiketahui setelah suatu kajian yang seksama dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
 Dalam kaitan inilah, kajian singkat ini ingin diletakkan. Kajian yang ditulis dalam laporan ini,mungkin saja mengalami perubahan dengan berlangsungnya waktu, yaitu dengan semakin diketahuinya faktor-faktor lokal (indigenious factors). Meskipun demikian, laporan initetap di dasarkan atas data sekunder terbatas dengan pendekatan yang kritis.
 Tujuan utama dari kajian singkat ini adalah untuk mengidentifikasi konflik, mencari faktor pendorong, pemicu dan penyebab terjadinya konflik yang dampaknya sangat merugikan,serta sebagai basis pembuatan peta daerah rawan konflik . Metode Pendekatan  Data yang digunakan sebagai dasar analisis adalah menggunakan data sekunder dan berbagai berita dari berbagai sumber media massa. Meskipun  demikian, diupayakan dengan mencermati  faktor-faktor setempat yang lebih dominan sebagai penyebab utama (prima causa).
2.     Konflik anak-anak yang putus sekolah dikarenakan membantu orang tuanya
Banyak anak usia wajib belajar yang putus sekolah karena harus bekerja. Kondisi itu harus menjadi perhatian pemerintah karena anak usia wajib belajar mesti menyelesaikan pendidikan SD-SMP tanpa hambatan, termasuk persoalan biaya. Berdasarkan data survei anak usia 10-17 tahun yang bekerja, seperti dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik pada 2006, tercatat sebanyak 2,8 juta anak telah menjadi pekerja. Dari hasil studi tentang pekerja anak,  ditemukan bahwa anak-anak usia 9-15 tahun terlibat dengan berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap kesehatan fisik, mental-emosional, dan seksual.
Awalnya membantu orangtua, tetapi kemudian terjebak menjadi pekerja permanen. Mereka sering bolos sekolah dan akhirnya putus sekolah.
Bagi anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja belum cukup. Pemerintah dan sekolah juga mesti memikirkan pemberian beasiswa tambahan untuk pembelian seragam dan alat tulis, serta biaya transportasi dari rumah ke sekolah agar anak-anak usia wajib belajar tidak terbebani dengan biaya pendidikan.
   3.     Konflik Indonesia VS Malaysia
Terdengar suatu yang biasa namun sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia pasti dapat merasakan suatu  pemicu perang dingin yang dibuat oleh Indonesia, semua berasal dari Malaysia. Mulai dari perebutan ambalat, malaysia meng-klaim kesenian reog ponorogo sebagai kesenian asli malaysia, malaysia memasukkan tari pendet dalam iklan pariwisatanya, penganiayaan dan pembunuhan TKI, kasus manohara, dan pencurian sumber daya alam baik itu pulau maupun lautan merupakan penyebab konflik kedua negara ini. Penghadangan dinas kelautan yang baru kali ini terjadipun telah membuat panas hubungan kedua negara, ditambah lagi pelemparan kotoran manusia ke gedung Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia.
   4.     Konflik 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
   5.     Konflik Bentrok
Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
   6.     Konflik Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
   7.     Konflik Perbedaan penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang masing – masing umat.
8.     KONFLIK POSO
Ada fakta sejarah yg sangat menarik bahwa gerakan kerusuhan yg dimotori oleh umat Kristen di mulai pada awal Nopember 1998 di Ketapang Jakarta Pusat dan pertengahan Nopember 1998 di Kupang Nusa Tenggara Timur kemudian disusul dgn peristiwa penyerengan umat Kristen terhadap umat Islam di Wailete Ambon pada tanggal 13 Desember 1998. Dan 2500 massa Kristen di bawah pimpinan Herman Parino dgn bersenjata tajam dan panah meneror umat Islam di Kota Poso Sulawesi Tengah pada tanggal 28 Desember 1998. Apakah peristiwa ini realisasi dari pidato Jendral Leonardo Benny Murdani di Singapura dan ceramah Mayjend. Theo Syafei di Kupang Nusa Tenggara Timur?
Tetapi yg jelas Presiden B.J. Habibie yg menurut L.B. Murdani lbh berbahaya dari gabungan Khomaeni Saddam Husein dan Khadafi baru berkuasa 6 bulan saja sehingga perlu digoyang dan kalau perlu dijatuhkan. Apabila fakta-fakta ini dikembangkan dgn lepasnya Timor-Timur dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia Gerakan Papua Merdeka dan Gerakan Aceh Merdeka serta tulisan Huntington 1992 setelah Uni Sovyet yg menyatakan bahwa musuh yg paling berbahaya bagi Barat sekarang  adalah umat Islam; dan tulisan Jhon Naisbit dalam bukunya Megatrend yg menyatakan bahwa Indonesia akan terpecah belah menjadi 28 negara kecil-kecil; maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa kerusuhan-kerusuhan tersebut adalah suatu rekayasa Barat-Kristen utk menghancurkan umat Islam Indonesia penduduk mayoritas mutlak negeri ini. Kehancuran umat Islam Indonesia berarti kehancuran bangsa Indonesia dan kehancuran bangsa Indonesia berarti kehancuran/kemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Oleh karena itu penyelesaian kerusuhan/konflik Indonesia khususnya Poso tidak sesederhana sebagaimana yg ditempuh oleh Pemerintah RI selama ini sehingga tiga tahun konflik itu berlangsung tidak menunjukkan tanda-tanda selesai malah memendam “bara api dalam sekam”. Hal ini bukan saja ada strategi global di mana kekuatan asing turut bermain tetapi ada juga ikatan agama yg sangat emosional turut berperan. Sebab agama menurut Prof. Tilich “Problem of ultimate Concern” sehingga tiap orang pasti terlibat di mana obyektifitas dan kejujuran sulit dapat diharapkan. Karenanya penyelesaian konflik Poso dgn dialog dan rekonsiliasi bukan saja tidak menyelesaikan konflik tersebut sebagaimana pernah ditempuh tetapi malah memberi peluang kepada masing-masing pihak yg berseteru utk konsolidasi kemudian meledak kembali konflik tersebut dalam skala yg lebih luas dan sadis. Konflik yg dilandasi kepentingan agama ditambah racun dari luar apabila diselesaikan melalui rekonsiliasi seperti kata pribahasa bagaikan membiarkan “bara dalam sekam” yg secara diam-diam tetapi pasti membakar sekam tersebut habis musnah menjadi abu.
Pada tanggal 20 Agustus 2001 umat Islam yg sedang memetik cengkeh di kebunnya di desa Lemoro Kecamatan Tojo Kabupaten Poso diserang oleh 50-60 orang umat Kristen yg berpakaian hitam-hitam membunuh dua orang Muslim dan mengobrak-abrik rumah-rumah orang Islam. Pengungsi Laporan US Comitte of Refugees tentang Indonesia yg diterbitkan Januari 2001 menyebutkan dalam kerusuhan/konflik Poso yg terjadi selama tiga tahun belakangan ini pihak Muslim telah menderita secara tidak seimbang. Dalam laporan itu disebutkan jumlah pengungsi akibat konflik Poso kini sebanyak hampir 80.000 orang dan diperkirakan 60.000 orang adl Muslim.
   9.     Konflik tawuran antar pelajar
Konflik ini terjadi karena :
1.      Dendam karena kekalahan dengan sekolah lain
Biasanya ini terjadi ketika adanya per tandingan bola antar sekolah. Dimana tim sekolah yang satu kalah dengan sekolah yang lain. Hal ini menyebabkan adanya r asa kecewa dan celakanya mereka ini biasanya melampiaskan rasa kekecewaan nya dengan mengajak berkelahi tim sekolah lain tersebut. Hal ini tentunya merupakan bentuk ketidak spor tifan pelajar dalam mengalami kekalahan.
2.      Dendam akibat pemalakan dan perampasan
Apabila seorang siswa dari suatu sekolah menengah atas dipalak atau dirampas uang dan hartanya, dia akan melapor kepada pentolan di sekolahnya. Kemudian pentolan itu akan mengumpulkan siswa untuk menghampiri siswa dari sekolah musuh ditempat dimana biasanya mer eka menunggu bis atau kendar aan pulang. Apabila jumlah siswa dari sekolah musuh hanya sedikit, mereka akan balik memalak atau merampas siswa sekolah musuh tersebut. Tetapi jika jumlah siswa sekolah musuh tersebut seimbang atau lebih banyak, mereka akan melakukan kontak fisik.
3.       Dendam akibat rasa iri akibat tidak dapat menjadi siswa di SMA yang diinginkan.
Ketika seorang siswa mendaftar masuk ke SMA negeri, tetapi ia malah tidak   diterima di sekolah tersebut. Dia akan masuk ke SMA lain bahkan ia bisa bersekolah di SMA swasta yang kualitasnya lebih rendah. Disebabkan oleh dendam pada sekolah yang dulu tidak menerimanya sebagai siswa, dia berusaha untuk membuat siswa yang bersekolah di sekolah tersebut merasa tidak nyaman. Dia akan memprofokasikan dan mencari-cari kesalahan sekolah tersebut agar akhirnya terjadi kontak fisik.

FAKTOR PENYEBAB KONFLIK DAN STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK


FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Asumsi setiap orang memiliki kecenderungan tertentu dalam menangani konflik.
Terdapat 5 kecenderungan:
• Penolakan: konflik menyebabkan tidak nyaman
• Kompetisi: konflik memunculkan pemenang
• Kompromi: ada kompromi & negosiasi dalam konflik untuk meminimalisasi kerugian
• Akomodasi: ada pengorbanan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan
• Kolaborasi: mementingkan dukungan & kesadaran pihak lain untuk bekerja bersama-sama.
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial

Dilihat dari arah pergerakannya, terdapat dua bentuk
mobilitas sosial, yaitu:
1.      Mobilitas Vertikal
   Mobilitas vertikal adalah perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok orang pada lapisan yang berbeda. dalam mobilitas vertikal terjadi perpindahan status yang tidak sederajat, yaitu bergerak naik ataupun turun dari strata satu ke strata yang lain.
a.       Social Climbing
   Social climbing adalah mobilitas yang terjadi karena adanya peningkatan status atau kedudukan seseorang.
Social climbing memiliki dua bentuk, yaitu sebagai berikut.
a)     Naiknya orang-orang berstatus sosial rendah kestatus sosial yang lebih tinggi, dimana status itu telah tersedia. Misalnya, seorang camat diangkat menjadi bupati.
b)   Terbentuknya suatu kelompok baru yang lebih tinggi dari lapisan sosial yang sudah ada.
Adapun penyebab social climbing adalah sebagai berikut.
1)    Melakukan peningkatan prestasi kerja. Misalnya, seorang karyawan memiliki reputasi yang baik dan selalu memiliki ide-ide cemerlang untuk memajukan perusahaan, maka ia akan dipromosikan untuk menduduki suatu jabatan.
2)     Menggantikan kedudukan yang kosong akibat adanya proses peralihan generasi.
b.      Social sinking
      Social sinkinng merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang. Proses social sinking seringkali menimbulkan gejolak psikis bgi seseorang karena ada perubahan pada hak dan kewajibannya.
Social sinking juga mempunyai dua bentuk sebagai berikut.
a)      Turunnya kedudukan seseorang ke kedudukan lebih rendah, misalnya seorang prajurit yang dipecat karena melakukan desersi.
b)  Tidak dihargainya lagi suatu kedudukan sebagai lapisan sosial atas, misalnya, seorang yang menjabat direktur bank, karena bank yang dipimpinnya bermasalah maka ia diturunkan menjadi staf direksi.
Penyebab sosial singking adalah sebagai berikut.
1)     Berhalangan tetap atau sementara. Misalnya, sakit atau cacat tubuh.
2)      Memasuki masa pensiun.
3)     Berbuat kesalahan fatal yang menyebabkan diturunkan atau dipecat dari jabatannya.
2.      Mobilitas Horizantal
     Mobilitas horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan sosial yang sama. Mobilitas sosial horizontal memiliki dua bentuk, yaitu mobilitas antarwilayah dan mobilitas antargenerasi.
1.      Mobilitas Antarwilayah
Mobilitas antarwilayah merupakan proses perpindahan status seseorang atau sekelompok orang dari satu wilayah ke wilayah lain. Hal ini terjadi karena adanya perubahan dalam struktur masyarakat yang disebabkan oleh faktor ideologi, politik, ekonomi, maupun faktor sosial budaya.
2.      Mobilitas antargenerasi
Perpindahan status atau kedudukan yang terjadi dalam dua generasi atau lebih. Mobilitas antargenerasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas intergenerasi dan mobilitas intragenerasi.
a)      Mobilitas intergenerasi
Mobilitas intergenerasi adalah perpindahan status atau kedudukan yang terjadi diantara beberapa generasi. Mobilitas intergenerasi terdiri dari dua bentuk, yaitu mobilitas intergenerasi yang naik dan mobilitas intergenerasi yang turun.
b)      Mobilitas intragenerasi
                       Perpindahan status sosial yang terjadi dalam satu generasi yang
                       sama. Dalam mobilitas ini bisa juga terjadi gerak naik turun.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial


1. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Contohnya ketidakseimbangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlahpelamar kerja.
a. Struktur Pekerjaan
Sebuah masyarakat yang kegiatan ekonominya berbasis industri dengan teknologi canggih, tentunya yang berstatus tinggi akan lebih banyak dibandingkan dengan yang berkedudukan rendah. Sehingga untuk itu yang berkedudukan rendah akan terpacu untuk menaikkan kedudukan sosial ekonominya.
b. Perbedaan Fertilitas
Setiap masyarakat memiliki tingkat fertilitas (kelahiran) yang berbeda-beda. Tingkat fertilitas akan berhubungan erat dengan jumlah jenis pekerjaan yang mempunyai kedudukan tinggi atau rendah. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap proses mobilitas sosial yang akan berlangsung.
c. Ekonomi Ganda
Setiap negara yang menerapkan sistem ekonomi ganda (tradisional dan modern) sebagaimana terjadi di negara-negara Eropa dan Amerika, tentunya akan berdampak pada jumlah pekerjaan, baik yang berstatus tinggi maupun yang rendah. Bagi masyarakat yang berada dalam tekanan sistem ekonomi ganda seperti ini, mobilitasnya terrgantung pada keberhasilan dalam melakukan pekerjaan di bidang yang diminatinya karena dalam masyarakat seperti ini (modern) kenaikan status sosial sangat dipengaruhi oleh faktor prestasi.
2. Faktor Individu
Faktor individu ini lebih menekankan pada kualitas dari orang perorang, baik dilihat dari tingkat pendidikan, penampilan maupun keterampilan pribadinya.
a. Perbedaan Kemampuan
Setiap inidvidu memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
b. Orientasi Sikap Terhadap Mobilitas
Setiap individu memiliki cara yang beragam dalam mengupayakan meningkatkan prospek mobilias sosialnya.
c. Faktor Kemujuran
Usaha adalah sebagai proses untuk meraih kesuksesan. Tetapi kemujuran tetap berada pada posisi yang tidak bisa kita anggap sepele.
3. Faktor Status Sosial
Status sosial orang tua akan terwarisi kepada anak-anaknya.
4. Faktor Keadaan Ekonomi
Masyarakat desa yang melakukan urbanisasi karena akibat himpitan ekonomi di desa. Masyarakat ini kemudian bisa dikatakan sebagai masyarakat yang mengalami mobilitas.
5. Faktor Situasi Politik
Kondisi politik suatu negara dapat menjadi penyebab terjadinya mobilitas sosial. Karena dengan kondisi politik yang tidak menentu akan sangat berpengaruh terhadap struktur keamanan. Sehingga, memunculkan sebuah keinginan masyarakat untuk pindah ke daerah yang lebih aman.
6. Faktor Kependudukan (demografi)
Dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat dapat mengakibatkan sempitnya lahan pemukiman dan mewabahnya kemiskinan, sehingga menuntut masyarakat untuk melakukan transmigrasi.[7]
7. Keinginan melihat daerah lain
Apabila keinginan melihat daerah lain itu dikuasai oleh jiwa (mentalitas) mengembara, biasanya kuantitas mobilitas agak terbatas pada orang-orang atau suku bangsa tertentu. Suku minangkabau dan suku Batak misalnya, sering dikatakan memiliki jiwa petualang. Ada semacam naluri yang hidup didalam jiwa pemuda Minang dan batak untuk merantau ke daerah lain, atau melihat kehidupan di kota lain, sebelum mereka menjalankan pekerjaannya ditempat yang tetap

Manfaat dan Kerugian Mobilitas Sosial


      Meskipun mobilitas sosial memungkinkan masyarakat untuk mengisi kursi jabatan dengan orang yang paling ahli dan memberikan kesempatan bagi orang untuk mencapai tujuan hidupnya, namun mobilitas sosial pun memiliki beberapa kerugian. Manfaat mobilitas sosial tidak dapat dipisahkan dari kerugiannya. Ditinjau dari sudut individu dan masyarakat, mungkin saja masyarakat yang bersistem sosial terbuka bersifat menguntungkan. Akan tetapi masyarakat seperti itu tetap memiliki konsekuensi negatif.
Konsekuensi negatif tersebut mencakup kecemasan akan penurunan status bila terjadi mobilitas menurun; ketegangan dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang ditingkatkan; keretakan antar anggota kelompok primer, karena seseorang berpindah status yang lebih tinggi atau ke status yang lebih rendah. Seseorang yang dinaikan jabatannya mungkin saja merasa cemburu melihat ketenangan masyarakat yang kurang mobil.orang tua dan putra-putrinya dapat saling merasa sebagai orang asing.
Beberapa studi lainnya telah pula mengemukakan bahwa mobilitas-menurun berkaitan dengan banyak hal yang mencemaskan, seperti misalnya gangguan kesehatan, keretakan keluarga, perasaan terasing (alienasi) dan keterpencilan sosial (social distance). Namun demikian, penyebab dan akibatnya tidak dapat diidentifikasi. Hal-hal yang mencemaskan seperti itu dapat saja merupakan penyebab ataupun akibat dari mobilitas menurun. Baik bagi individu maupun masyarakat, manfaat dan kerugian mobilitas sosial, serta masyarakat bersistem terbuka, masih dapat diperdebatkan.

Sifat Dasar Mobilitas Sosial


Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.[4]
Pada masyarakat berkasta yang sifatnya tertutup, hampir tak ada gerak sosial yang Vertikal karena kedudukan seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan, pendidikan dan seluruh pola hidupnya. Karena struktur sosial masyarakatnya tidak memberikan peluang untuk mengadakan perubahan.
Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak dicapai tergantung pada usaha dan kemampuan si individu. Memang benar bahwa anak seorang pengusaha mempunyai peluang yang lebih baik dan lebih besar daripada anak seorang tukang sapu jalan. Akan tetapi, kebudayaan dalam masyarakat tidak menutup kemungkinan bagi anak tukang sapu untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan yang semula dipunyainya. Namun kenyataan tidaklah seideal itu. Dalam masyarakat selalu ada hambatan dan kesulitan-kesulitan, misalnya birokrasi (dalam arti yang kurang baik), biaya, kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat, dan lain sebagainya.[5]
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial para individu berbeda, maka mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, maka tentu saja kebanyakan orang akan terkungkung dalam status para nenek moyang mereka.

Definisi Mobilitas Sosial

Definisi mobilitas sosial - Lentera Putih. Dalam masyarakat jika kita pelajari lebih lanjut maka kita akan melihat beberapa tingkatan yang terbentuk secara tidak langsung dalam masyarakat. Masyarakat memiliki kelas yang berbeda satu sama lain menyesuaikan dengan status dan perannya dalam masyarakat. Selain itu salah satu fenomena yang bisa kita pelajari adalah pergeseran kelas baik naik atau turunnya peran dalam masyarakat yang disebut sebagai mobilitas sosial.

definisi mobilitas sosial

Mobilitas berasal dari kata mobilis yang berarti mudah dipindahkan. Jika kita hubungkan dengan mobilitas sosial maka dapat ditarik definisi mobilitas sosial sebagai suatu pergerakan dalam struktur kemasyarakatan berupa pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok masyarakat. Strukstur masyarakat yang dimaksud di sini berupa hubungan antar individu dalam kelompok atau individu dengan kelompok. Dimana struktur ini berfungsi sebagai pengawas jikalau terjadi pelanggaran-pelanggaran.
Mobilitas sosial terjadi pada semua kelompok masyarakat walaupun dengan proses yang berbeda.
Berikut ini beberapa definisi mobilitas sosial menurut ahli yang bisa kita gunakan untuk menambah pemahaman kita tentang apa itu mobilitas sosial.
  1. William Kornblum (1988:172) mengartikan definisi mobilitas sosial sebagai perpindahan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok sosial dari satu lapisan ke lapisan sosial lainnya.
  2. Michael S. Basis (1988:276) mengartikan definisi mobilitas sosial sebagai perpindahan lingkungan sosio-ekonomi baik ke atas ataupun ke bawah yang dapat mengubah seseorang di dalam masyarakat.
  3. H. Edward Ransford (Sunarto, 2001:108) mengartikan definisi mobilitas sosial sebagai perpindahan baik ke atas ataupun ke bawah di dalam lingkungan sosial secara hierarki.
  4. Kimball Young dan Raymond W. Mack (Soekanto, 2001:275)  mengartikan definisi mobilitas sosial sebagai suatu mobilitas dalam struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi dalam suatu kelompok sosial. Jadi, mobilitas sosial ialah suatu perubahan atau perpindahan kelas-kelas sosial, baik keatas ataupun ke bawah, yang dialami oleh seorang individu atau kelompok sosial, sehingga memberikan dampak berupa perubahan kelas baru yang diperoleh individu atau kelompok tersebut.
Dari keempat definisi mobilitas sosial yang disampaikan oleh para ahli di atas kita dapat mengambil beberapa poin penting tentang mobilitas sosial yakni:
  • mobilitas sosial dapat berupa kenaikan atau penurunan
  • mobilitas sosial dialami manusia baik individu maupun di dalam kelompok
  • bagi anggota masyarakat yang mengalami mobilitas sosial juga akan mendapat dampak sosial.
Kesimpulan
Dari penjabaran tentang definisi mobilitas sosial di atas kita dapat mengambil kesimpulan tentang definisi mobilita sosial. Mobilitas sosial adalah suatu perubahan/perpindahan kelas sosial, baik ke atas maupun ke bawah, yang dialami oleh individu ataupun kelompok sosial, sehingga memberikan dampak sosial baru bagi anggota masyarakat yang mengalami mobilitas sosial.
 
Sumber :http://blog.ideguru.com/2012/10/definisi-mobilitas-sosial.html

Perbedaan Konflik dan Kekerasan





Kekerasan Anak Remaja by ~Zhieskylovers
Kekerasan Anak Remaja by ~Zhieskylovers

Kekerasan kembali menjadi headline news berbagai media massa, hal ini dikarenakan terjadi dua konflik pada tempat yang berbeda namun pada kurun waktu yang tidak jauh berbeda. Yakni konflik antar etnis di Tarakan Kalimantan dan konflik antar kelompok pemuda di jalan Ampera Jakarta. Dua konflik yang memiliki latar belakang permasalahan, locus, dan tempus yang berbeda, namun keduanya menimbulkan kekhawatiran yang sama. Kekhawatiran datang kembalinya era wild – wild west versi Indonesia, dimana semua masalah diselesaikan dengan timah panas dan belati tanpa mendahulukan proses yang seharusnya menjadi ciri utama bangsa Indonesia. Musyawarah.
Untuk mengurai benang kusut mengenai permasalahan konflik kekerasan yang ditakutkan menular ke tempat lain, penulis rasa harus ada persamaan persepsi dahulu mengenai perbedaan antara konflik dan kekerasan. Konflik dapat diartikan sebagai pergesekan kepentingan antara dua orang pihak atau lebih, sedangkan kekerasan adalah suatu perilaku yang bersifat destruktif sehingga menimbulkan kerusakan secara lahir dan batin. Dari dua hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan sosial masyarakat, sebab setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda. Adapun kekerasan adalah sebuah sikap yang diambil ketika pergesekan kepentingan tersebut terjadi dan cenderung bersifat aksi – reaksi. Dengan kata lain saat suatu pihak memutuskan untuk mengambil jalan kekerasan sebagai penyelesaian pergesekan kepentingan, hal tersebut akan menjadi mata rantai yang tidak pernah habis menyambung atau dengan kata lain kekerasan itu akan terus berlanjut menjadi dendam kesumat dan tidak menutup kemungkinan terus diwariskan pada keturunannya. Aksi – reaksi.
konflik merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan sosial masyarakat, sebab setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda
Oleh karena itu dalam manajemen konflik bukan berarti kita percaya bahwa kita akan terbebas dari pergesekan kepentingan, akan tetapi menjaga pergesekan itu agar tidak ada hak – hak yang dilanggar. Jika menggunakan kekerasan sebagai jalan keluar dari konflik, hal itu akan melanggar hak – hak orang lain, karena efek yang ditimbulkan bersifat destruktif.
Dari sedikit uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa inti permasalahan kekerasan yang berkepanjangan ini ialah ketika ada pihak sudah muak dengan negosiasi dalam musyawarah, lalu ketika pihak tersebut merasa tidak ada lagi satupun yang dapat menjadi problem solver bagi konflik kepentingannya tersebut, dan akhirnya memutuskan untuk menyelesaikannya dengan kekerasan. Mari kita telaah satu persatu permasalahannya dan mencari tahu apa das sollen atau aturan yang sebenarnya.
Faktor Pemimpin dan Penegakkan Hukum
pemimpin kelompok yang sedang berkonflik akan memiliki dua pilihan besar, apakah menjadi negosiator atau provokator bagi kelompoknya.
Sama halnya dengan penanganan konflik dalam hubungan antar negara, negosiasi adalah hal yang mutlak harus dilakukan pertama kali. Dalam hal ini yang menjadi sorotan utama adalah pemimpin atau orang yang paling dihormati dalam suatu kelompok (jika dalam konflik antar kelompok), pemimpin tersebut adalah sektor utama yang cenderung akan menjadi panutan bagi kelompok yang dipimpinnya. Jika pemimpin tersebut menyerukan untuk membantai habis pihak lawan yang berkonflik maka yang lainnya pun akan meneriakkan hal yang sama. Adapun jika sang pemimpin memilih jalur damai dan melakukan negosiasi baik dalam bentuk musyawarah atau yang lainnya, maka kelompoknya akan meng-amin-kan perbuatan tersebut. Oleh karena itu pemimpin kelompok yang sedang berkonflik akan memiliki dua pilihan besar, apakah menjadi negosiator atau provokator bagi kelompoknya.
Lalu ketika kita mencari pihak yang paling pantas untuk menjadi problem solver dalam menghadapi suatu konflik bagi mereka adalah para penegak hukum. Hal ini terutama ditujukan kepada Kepolisian Republik Indonesia, karena selain bertugas melakukan penyidikan Polri juga berkewajiban untuk menjaga keamanan masyarakat. Polri harus tepat dalam menempatkan diri diantara pihak yang berkonflik, jangan gegabah dalam bertindak yang akhirnya justru memperkeruh konflik. Banyak pilihan yang bisa diambil Polri dalam penanganan konflik, salah satunya seperti yang sudah disebutkan sebelumnya yakni melibatkan pemimpin kelompok atau dengna kata lain menyelesaikan masalah dengan melibatkan orang yang bermasalah. Adapula dengan system third party dimana Polri menjadi mediator dalam penyelesaian konflik.
ingat jargon Polri “melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat”
Dengan menjadi lembaga yang bebas aktif dalam menyelesaikan masalah, Polri akan mendapatkan trust dari masyarakat sebagai pihak yang dapat menjadi problem solver yang akan menguraikan masalah dan menjebloskan para pihak yang bersalah ke ruang pengadilan untuk diberikan hukuman yang pantas. Sehingga penegakkan hukum akan menjadi kunci yang dapat membuka gembok permasalahan yang selama ini menutup pintu keadilan. Jangan biarkan sikap apatis terhadap kinerja Polri terus menjamur ke masyarakat. Terjun langsung ke konflik – konflik dalam tatanan masyarakat dengan menghilangkan sekat – sekat perbedaan merupakan cara ampuh untuk mengubah persepsi masyarakat dan mengembalikan citra baik Polri. Jangan hanya teroris – teroris yang habis – habisan dibasmi demi nama baik, ingat jargon Polri “melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat”. Jangan sampai itu hanya menjadi kalimat utopis dalam alam mimpi.
Manajemen konflik perlu untuk menjadi concern utama bagi para penegak hukum dan pemerintah, karena bukan tidak mungkin dari hal – hal dianggap sepele seperti ini akan menyebabkan disintegrasi bangsa, terutama yang membawa isu primordial kedaerahan. Ubah cara pandang penanganan konflik agar tidak menjadi kekerasan yang selalu membawa kekalahan bagi siapapun yang berkonflik.

KONFLIK

Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Konflik Menurut Robbin

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif.

Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
  1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
  2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
  1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
  2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi.

Konflik Menurut Peneliti Lainnya

  1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
  2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
BENTUK KONFLIK SOSIAL

Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada saat mengalami konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara.
 Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah manajemen konflik. Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:

1. Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang
sama.
3. Konflik nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik
dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4. Konflik kebijakan
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

Dipandang dari akibat maupun cara penyelesaiannya, Furman & McQuaid (dalam Farida, 1996) membedakan konflik dalam dua tipe yang berbeda, yaitu konflik destruktif dan konstruktif.
Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu yang terlibat apabila:
1. Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi secara harmonis.
2. Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan masalah yang saling menguntungkan.
3. Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap terjaga. Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5 jenis yaitu: (1) konflik dari dalam individu, (2) konflik antar individu dalam organisasi yang sama, (3) konflik antar individu dalam kelompok, (4) konflik antara kelompok dalam organisasi, (5) konflik antar organisasi.
                  Berbeda dengan pendapat diatas Mulyasa (2003) membagi konflik berdasarkan tingkatannya menjadi enam yaitu: (1) konflik intrapersonal, (2) konflik interpersonal, (3) konflik intragroup, (4) konflik intergroup, (5) konflik intraorganisasi, dan (6) konflik interorganisasi. Menurut Dahrendorf (1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam: (1) konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role); (2) konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank); (3) konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa); dan (4) konflik antar satuan nasional (perang saudara). Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbul nya rasa dendam, benci, saling curiga dan sebagainya; (4) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

            Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.
1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4. Tiada pengertian untuk kedua pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Bentuk Pengendalian Konfik
Pengendalian Konflik
            Konflik tidak akan terjadi apabila masyarakat dapat dikendalikan dengan baik, sehingga kerugian akibat dari konflik dapat ditekan sedemikian rupa. Ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu:
a. Konsiliasi
            Merupakan bentuk pengendalian konflik sosial yang utama. Pengendalian ini terwujud melalui lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan. Pada umumnya, bentuk konsiliasi terjadi pada masyarakat politik. Lembaga parlementer yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok kepentingan akan menimbulkan pertentangan-pertentangan. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, biasanya lembaga ini melakukan pertemuan untuk jalan damai.
            Untuk dapat berfungi dengan baik dalam melakukan konsiliasi, maka ada empat hal yang harus dipenuhi yaitu:
1) Lembaga tersebut merupakan lembaga yang bersifat otonom.
2) Kebudayaan lembaga tersebut harus bersifat monopolitis.
3) Peran lembaga tersebut harus mengikat kepentingan semua kelompok.
4) Peran lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
b. Mediasi
            Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara membuat konsensus di antara dua pihak yang bertikai untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Pengendalian ini sangat berjalan efektif dan mampu menjadi pengendalian konflik yang selalu digunakan oleh masyarakat. Misalnya pada konflik berbau sara di Poso, dimana pemerintah menjadi mediator menyelesaikan konflik tersebut tanpa memihak satu sama lainnya.
c. Arbitrasi
            Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa hadirnya pihak ketiga yang memberikan keputusan untuk menyelesaikan konflik. Ketiga jenis pengendalian konflik ini memiliki daya kemampuan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadinya ledakan sosial dalam masyarakat.

Dampak Konflik Sosial
      Konflik sosial memiliki dampak yang bersifat positif dan negatif. Adapun
dampak positif dari konflik social adalah sebagai berikut:
1. Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih belum tuntas.
Universitas Sumatera Utara2. Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.
4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok.
5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru.
      Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh konflik sosial adalah
sebagai berikut:
1. Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan kelompok.
2. Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban jiwa.
3. Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian.
4. Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang
 http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2040213-dampak-dampak-konflik/